Beranda | Artikel
Prinsip Ulama dalam Dakwah Tauhid
13 jam lalu

Prinsip Ulama dalam Dakwah Tauhid adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Minhaj Al-Firqah an-Najiyah wa ath-Tha’ifah Al-Manshurah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abdullah TaslimM.A. pada Sabtu, 1 Shafar 1447 H / 26 Juli 2025 M.

Kajian Tentang Prinsip Ulama dalam Dakwah Tauhid

Golongan Pertama:
Mereka yang mengenal tauhid, memahaminya, mempelajarinya, kemudian mempelajari lawannya yaitu kesyirikan. Setelah itu, mereka menegakkan kewajiban dalam dakwah ini. Ini adalah sikap yang benar, meneladani para nabi dan para rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam. Merekalah yang paling tepat disebut sebagai Waratsatul Anbiya (Pewaris para nabi).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar (uang emas) dan tidak pula dirham (uang perak), akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak (sempurna).” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan yang lainnya).

Mereka mewarisi bukan hanya ilmu, tetapi juga tugas dakwah para nabi ‘Alaihimush Shalatu was Salam. Inilah sebaik-baik manusia, yang disebut sebagai kekasih Allah, sebagai wali Allah yang sesungguhnya. Mereka dipuji dalam Al-Qur’an:

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih, dan berkata: ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri (muslim)’?” (QS. Fussilat[41]: 33)

Golongan Kedua:
Mereka yang memulai dakwah bukan dengan menekankan masalah tauhid dan mengingkari perbuatan syirik. Mereka justru memulai dakwah dengan perkara-perkara lain. Meskipun perkara tersebut benar dalam Islam, tanpa memperbaiki landasan tauhid, amal-amal dalam Islam akan tertolak dan tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

…وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya gugurlah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am [6]: 88).

Golongan Ketiga:
Golongan dari kalangan orang-orang yang dianggap berilmu atau para dai ini meninggalkan seruan dakwah kepada tauhid dan keengganan untuk memerangi perbuatan syirik . Hal ini dikarenakan takut orang-orang akan menyerang atau memusuhi mereka.

Ini menjadi alasan sebagian orang meninggalkan dakwah tauhid, padahal mereka tahu tauhid sangat penting, bahkan inti dakwah para nabi dan para rasul. Tujuan mereka adalah mengumpulkan massa, padahal manusia tidak akan bisa dikumpulkan atau disatukan hanya dengan mengikuti keinginan mereka. Yang Mahakuasa untuk menyatukan hati manusia adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَوْ أَنفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَّا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ

“Sekiranya kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (QS. Al-Anfal [8]: 63).

Mereka menyangka dengan mengikuti keinginan orang, orang akan bisa bersatu dan mengagungkan mereka. Padahal kenyataannya hati manusia tidak bisa disatukan hanya dengan perkara-perkara seperti ini. Yang Mahakuasa menguasai dan membolak-balikkan hati manusia adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dialah Yang Maha Membolak-balikkan hati.

Ketakutan tersebut, yaitu takut manusia menyerang atau memusuhi mereka, atau takut kehilangan jabatan, pekerjaan, markas, pondok, atau tempat kegiatan dakwah mereka, ini semua termasuk tipu daya setan. Di antara tipu daya setan adalah menakut-nakuti manusia agar takut terhadap wali-wali mereka.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan teman-teman setianya (wali-walinya), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 175)

Ayat ini menjelaskan perbuatan setan yang menakut-nakuti orang-orang yang berpegang teguh dengan tauhid dan mendakwahkan kebenaran dengan wali-wali setan dari kalangan jin dan manusia, supaya mereka mundur dari dakwah dan takut menegakkan kebenaran. Maka Allah berfirman, “Janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku semata-mata jika kalian adalah orang-orang yang beriman.” Inilah yang menjadikan kebanyakan mereka meninggalkan dakwah ini.

Dengan sikap tersebut, mereka menyembunyikan ilmu, bahkan ilmu yang paling besar, yaitu ilmu tauhid, yang merupakan warisan utama para nabi dan para rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam. Mereka menyembunyikan ilmu yang Allah perintahkan untuk disampaikan kepada manusia. Jelas, mereka ini adalah orang-orang yang sangat buruk di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Padahal, mencari keridhaan manusia adalah hal yang mustahil untuk didapatkan. Jika satu atau dua orang dibuat senang, puluhan orang lain akan membenci. Para ulama berkata, “Keridhaan manusia itu adalah tujuan yang tidak akan mungkin bisa dicapai, karena masing-masing punya keinginan sendiri-sendiri, sedangkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah tujuan yang jangan sampai ditinggalkan.”

Hadis dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنِ الْتَمَسَ رِضَا اللَّهِ ، بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ ، سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِ ، وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

“Barang siapa yang mencari keridhaan Allah meskipun manusia murka kepadanya, maka Allah akan ridha kepadanya dan menjadikan manusia ridha kepadanya. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia meskipun Allah murka kepadanya, maka Allah akan murka kepadanya dan menjadikan manusia murka kepadanya.” (HR. Ibnu Hibban)

Semua pasti akan mengikuti apa yang dikehendaki dan diatur oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, termasuk masalah membolak-balikkan hati manusia untuk senang atau ridha. Sikap ini menunjukkan kesalahpahaman dari mereka yang ingin mencari keridhaan manusia dengan risiko meninggalkan dakwah yang benar, apalagi dakwah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu menegakkan tauhid dan memerangi perbuatan syirik.

Maka, benarlah tertuju pada mereka makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Baqarah:

إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ ۙ أُولَٰئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa bukti-bukti kebenaran (keterangan-keterangan) dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia di dalam Al-Qur’an, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh makhluk-makhluk yang dapat melaknat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 159).

Ini jelas-jelas ancaman dosa yang sangat besar karena mereka mengetahui kebenaran kemudian menyembunyikannya. Orang-orang yang mendalami agama tentu mengenal permasalahan ini. Tauhid adalah mayoritas yang dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dan kesyirikan adalah penyimpangan yang paling banyak dibantah dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Jika mereka belajar Al-Qur’an saja dan paham isinya, pasti mereka akan paham masalah ini, belum lagi dalam hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ilmu adalah sebab untuk kebaikan dan terbukanya hati manusia menerima hidayah Allah. Namun, tidak semua orang yang belajar agama kemudian mendapatkan taufik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengikuti petunjuk ilmu yang benar.

Oleh karena itu, dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam diungkapkan dengan al-fiqhu fid-dīn (memahami agama), bukan sekadar punya wawasan pengetahuan tentang agama:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barang siapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan, Allah jadikan dia paham dalam agama.” (HR. Bukhari).

Ini berarti ilmu yang bermanfaat kemudian tunduk mengikuti perintah ilmu, dan mengamalkan ilmu tersebut. Tidak semua orang yang punya ilmu, dalam artian punya pengetahuan agama, mau benar-benar bersabar dalam mengikuti petunjuk ilmu agama, mau benar-benar mengamalkannya, dan bersabar menghadapi segala risikonya, sebagaimana yang dialami oleh para nabi dan para rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam. Begitu juga orang-orang yang mengikuti petunjuk mereka dengan baik.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ

“Orang yang paling besar cobaannya (di jalan Allah) adalah para nabi, kemudian orang-orang yang setelah mereka yang mengikuti petunjuk mereka, kemudian orang-orang yang setelah mereka.” (HR. Tirmidzi).

Inilah alasan mereka disebut sebagai Waratsatul Anbiya (Pewaris para nabi) dan menempati kedudukan yang paling tinggi setelah kedudukan para nabi dan para rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam. Karena mereka benar-benar bersabar mengikuti jalan ilmu, bersabar menghadapi ujian-ujian sebagaimana yang Allah timpakan kepada para nabi dan para rasul-Nya.

Mereka memiliki keyakinan bahwa pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat dengan hamba-hamba yang menegakkan agama-Nya:

… أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214)

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55724-prinsip-ulama-dalam-dakwah-tauhid/